Menyuguhkan Makanan Pada Tamu Yang Bertakziyah

Menyuguhkan Makanan Pada Tamu Yang Bertakziyah

Menyuguhkan makanan kepada tamu yang bertakziyah hukumnya boleh. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar:

أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ[1]

Seseorang bertanya kepada Rasulullah, “Islam seperti apa yang paling baik?” Beliau menjawab, “Yaitu jika engkau memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal maupun tidak engkau kenal.”

Al Ahnaf bin Qais menyebutkan bahwa ketika Umar bin Al Khatthab ditikam  (yang kemudian menjadi sebab kematiannya), dia memerintahkan Shuhaib untuk shalat bersama orang-orang sebanyak tiga kali. Umar juga memerintahkan menyuguhkan makanan.[2]

Demikian juga hadits :

عن رجل من الأنصار قال: خرجنا مع رسول الله – صلى الله عليه وسلم – في جنازة. فرأيت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – وهو على القبر يوصي الحافر أوسع من قبل رجليه، أوسع من قبل رأسه، فلما رجع استقبله داعي امرأته فأجاب، ونحن معه، فجيء بالطعام فوضع يده، ثم وضع القوم، فأكلوا-الحديث. رواه أبوداود والبيهقي في دلائل النبوة.[3]

Dari seorang Anshar, dia berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah dalam rangka mengantar satu jenazah. Lalu aku lihat beliau –sedang berada di atas kubur- berpesan pada  pengggali kubur, “Lebarkanlah dari arah kedua kakinya. Lebarkanlah dari arah kepalanya.” Setelah beliau pulang seorang utusan istri si Mayit mengundang beliau. Beliau penuhi undangan itu. Kamipun menyertai beliau. Kemudian disuguhkan makanan. Beliau meletakkan tangan kemudian orang-orang juga meletakkan tangan, lalu mereka semua makan.”

Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah SAW diundang istri atau keluarga mayit. Kemudian beliau bersama para Sahabat berkumpul di rumah duka. Saat itu adalah setelah penguburan mayit. Beliau dan yang lain makan makanan yang disuguhkan. Rasulullah SAW juga memerintahkan memberikan makanan itu kepada para tawanan perang, sebab beliau juga khawatir dagingnya membusuk.

Berdasarkan hadits di atas hukumnya boleh keluarga orang yang meninggal menyuguhkan makanan atau mengundang orang untuk berkumpul di rumahnya, apalagi jika yang diundang adalah orang-orang fakir miskin. Kecuali apabila diantara ahli waris terdapat anak yang masih kecil, maka jangan sampai untuk keperluan itu diambilkan dari harta peninggalan orang yang meninggal.[4]

Berdasarkan apa yang terjadi pada masa Rasulullah SAW tersebut menyuguhkan makanan kepada tamu yang bertakiyah hukumnya boleh.


[1] Shahih Al Bukhari, nomor 11

[2] Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Al Mathalib al Aliyah fi Zawa’id al Masanid Ats Tsamaniyah, juz 1 hal. 199

[3] Misykah al Mashabih, nomor 5942

[4] Al Bariqah al Muhammadiyah, juz 3, hal. 253 dan Al Masa’il Al Muntakhabah, hal. 49

Tinggalkan komentar